Advertisement
SEJARAH AL – KINDI DAN PEMIKIRAN AL – KINDI
I. PENDAHULUAN
Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam (Masyriqi) berbeda dengan filsafat Islam di bagian Dunia Barat (Maghribi). Di antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat tentang berbagai pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka, Al-Kindi, Al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd.
Wajar saja jika filososf filsafat Islam muncul terlebih dahulu di bagian Timur sebelum di bagian Barat. Sebagai akibat adanya peradaban yang berpusat di Syam dan Persia setelah sebelumnya berpusat di Athena dan Iskandariyah. Setelah Islam datang, orang Arab menguasai daerah Persia, Syam, dan Mesir. Kemudian pusat kekhalifaan pindah dari Hijaz (Madinah) ke Damaskus (Syam), sebuah kota yang yang dari politik menjadi pusat kekuasaan Bani Ummayah. Pada masa itu muncul dua kota besar meaminkan peranan penting dalam sejarah pemikiran Islam, yaitu Bashrah dan Kufah. Hingga datangnya kekuasaan orang-orang Bani Abbas, dua kota tersebut memimpin tetap memimpin kehidupan kebudayaan di seluruh dunia. Setelah para penguasa daulat Abbasyiah membangun kota Baghdad, dua kota pusat kebudayaan Islam Bashrah dan Kufah berpindah ke kota Baghdad. Sejak itu Baghdad menjadi pusat kekhalifaan di samping menjadi pusat kegiatan ilmu, filsafat dan peradaban. Di dalam suasana kehidupan politik dan pemikiran sedang berkembang pesat, muncullah seorang filosof Arab atau filosof Islam: Ya’qub bin Ishaq Al- Kindi. Dia seorang filosf peradaban Islam pada abad ke-3 Hijriyah.
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Hidup dan Karya-karyanya
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin Al-Asy’ats bin Qais Al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz. Setelah dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah Al- Ma’mun (813-833 H) dan khalifah Al-Mu’tasim (833-842 H). Al-Kindi menganut paham Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam menyadang gelar Failasuf al-‘Arab (filosof berkebangsaan Arab).
Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu keterangan pun yang pasti. Agaknya menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massingon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino. Sementara itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi sesudah berusia 80 tahun atau lebih sedikit.
Al-Kindi mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahuinya karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman belakangan ini orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah al-Kindi dalam tulisan tangan.[1] Beberapa karya tulis al-Kindi antara lain: Fi al-Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafah; Riasalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; risalat fi Ta’lif al-A’dad; kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Mantaiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub Aristoteles; Fi al-Nafs.
Beberapa karya tulis al-Kindi telah diterjemahkan oleh Gerard Cremona ke dalam bahasa Latin, yang sangat mempengaruhi pemikiran Eropa pada abad pertengahan. Oleh karena itu, beralasan kiranya Cardini menganggap Al-Kindi sebagai salah seorang dari dua belas pemikir terhebat.
Al Kindi telah menulis banyak karya dalam pelbagai disiplin ilmu, dari metafisika, etika, logika dan psikologi, hingga ilmu pengobatan, farmakologi, matematika, astrologi dan optik, juga meliputi topik praktis seperti parfum, pedang, zoologi, kaca, meteorologi dan gempa bumi.
Di antaranya ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun.
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.
Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
B. Pokok-Pokok Pemikiran Filsafat Al-Kindi
Al-Kindi mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:
1. Pemaduan Filsafat dan Agama
Al-Kindi orang Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan dari apa-apa yang mudarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridhai-Nya.
Agaknya untuk memuskan semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak senang dengan filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Al-Quran. Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan anjuran Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang hanya terjemahan adalah sebagai berikut.
a) Surat Al-Nasyr [59]: 2
…Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.
b) Surat Al-A’raf [7]: 185
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang dicipitakan Allah…………….
c) Surat Al-Ghasiyat [88]: 17-20
Maka apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan. Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan.
d) Surat Al-Baqarah [2]: 164
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut: ilmu agama merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.[2]
2. Falsafat Ketuhanan
Tuhan dalam falsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan mahiah. Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar Pertama (Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid).
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah Pencipta dan bukan Penggerak Pertama sebagai pendapat Aristoteles. Alam bagi al-Kindi bukan kekal di zaman lampau tetapi punya permulaan. Karena itulah ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafat Plotinus yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu.[3]
3. Falasafat Jiwa
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan Manusia. Dengan adanya hal tersebut, kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan pada falsafat jiwa yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang keinginan hawa nafsu. Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu (yang terdapat di perut), daya marah (terdapat di dada), dan daya pikir (berputar pada kepala).[4]
4. Akal
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah satunya ialah daya berpikir. Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.
Akal yang bersifat potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi ada satu lagi macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal tersebut membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini:
a. Merupakan akal pertama
b. Selamanya dalam aktualitas
c. Merupakan spesies dan genus
d. Membuat akal potensil menjadi aktuil berpikir
e. Tidak sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya.[5]
III. KESIMPULAN
Ya’qub bin Ishaq Al-Kindi seorang filosof islam berasal dari suku Kindah yang lahir di Kufah sekitar tahun 185 H. Pada saat dewasa ia mempelajari dan ahli dalam bidang ilmu filsafat, seni musik, kedokteran, optik, dan lain sebagainya. Al-kindi memadukan filsafat dengan agama karena ilmu itu tidak bertentangan karena masing-masing mempelajari kebenaran. Pemikiran filsafat tentang ketuhanan tidak sama dengan apa yang di kemukakan Aristoteles. Bagi Al-Kindi tuhan adalah sang Pencipta bukan Penggerak Pertama. Kemudian pokok pemikiran falsafat lainnya Al-Kindi membagi jiwa dalam tiga macam: daya bernafsu (perut); daya marah (dada); daya pikir yan berada pada akal. Akal ada dua akal potensil dan akal aktuil.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka Bulan Bintang, 2008.
H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 2007.
Hanafi, A, Pengantar Teologi Islam, Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003
Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Nasir, Sahilun A. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010.
Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 2009.
Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002
[1] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdausi, 1995), Cet. VII, hlm. 68.
[2] H. Sirajuddin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I, hlm. 44-47
[3]Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1978), Cet. II, hlm. 16.
[4] H. Sirajuddin Zarmi, Filsafat Islam, op.cit., hlm. 59-60.
[5] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, op.cit., hlm. 19
Advertisement
0 Response to "SEJARAH AL – KINDI DAN PEMIKIRAN AL – KINDI"